Ransom Ware, Siapa Berani Lawan?

Laksamana Sukardi
Di tahun 2020, Picanol, perusahaan weaving machine maker dari Belgia harus menghentikan operasi nya di China dan Eropa, Di Australia, bahkan perusahaan besar produksi baja Blue Scope juga pernah kena serangan ransomware. Fresenius perusahaan besar operator rumah sakit terkemuka di Eropa mengalami serangan bajak internet yang mengganggu pelayanan cuci darah terhadap pasien pasien di rumah sakit!
Cyberattacks meningkat sangat drastis dari tahun ketahun. Kerugian keuangan akibat ransom ware meningkat 270% selama 3 bulan di tahun 2020 dengan jumlah sebesar US$8,4 milyar (Rp140 triliun). Jumlah tersebut sebenarnya jauh lebih besar karena banyak perusahaan perusahaan global yang kena ransomware tidak melaporkan kasusnya dan lebih cenderung membayar uang tebusan (ransom) secara diam diam. Karena hal tersebut dianggap jauh menguntungkan daripada kehilangan pasar dan penurunan harga saham serta integritas keberlangsungan usaha mereka yang jauh lebih besar ketimbang jumlah uang tebusan yang diminta.
Kejadian akhir akhir ini di Indonesia yang mengalami serangan serangan ransom ware di Pusat Data Nasional, Imigrasi, Badan Intelijen Strategis, dan NAFIS Polri telah membuktikan bahwa Indonesia telah menjadi mangsa empuk para bajak Internet untuk mencari uang.
Kelemahan keamanan Siber telah terdeteksi oleh para hackers, karena kita tidak memiliki Fire Wall system yang canggih dan di update terus menerus. Serangan Siber jangan dianggap enteng, karena bersifat “insidious” atau mematikan dan menyebar secara cepat dalam waktu singkat. Teknik yang digunakan dalam cyberattacks semakin canggih dengan berjalannya waktu.
‘Big data” setiap negara telah menjadi bentuk baru kekayaan penting sebuah negara yang harus dilindungi secara nasional. Big data jauh lebih berharga dari kekayaan sumber daya alam nasional!
Respon kita terhadap serangan cyber saat ini harus dianggap serius dan membutuhkan perhatian seluruh unsur penguasa dan stake-holders yang kurang paham terhadap pentingnya perlindungan asset data nasional yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam kegiatan ekonomi dan kegiatan pengelolaan pemerintah. Seharusnya kita sudah mulai sadar dan was was sejak dua puluhan tahun lalu. Memanfaatkan kejadian ini dengan meminta Menteri Kominfo turun hanyalah merupakan intrik politik yang kurang tepat dan tidak memberikan solusi jangka panjang. Semua pemangku kekuasaan yang pernah berkuasa dan mengabaikan cyber security untuk pengamanan data nasional harus turut bertanggung jawab.
Prioritas harus diberikan dalam bentuk alokasi anggaran oleh DPRRI dan Pemerintah.Apakah kita akan menunggu sampai dana masyarakat dalam sistim perbankan hilang karena perbankan berhenti beroperasi akibat serangan ransom ware?**
Read more info "Ransom Ware, Siapa Berani Lawan?" on the next page :
Source : DPP PJS