Kasus TPS 28 Kelurahan Pinang Ranti dalam Pilkada DKI Jakarta 2024
Dua Anggota Bawaslu Jaktim Bantah Langgar Etik, Tegaskan Tindakan Sesuai Prosedur

Sidang pemeriksaan lanjutan dari perkara nomor 122-PKE-DKPP/IV/2025 terkait dugaan pelanggaran etik dua anggota Bawaslu oleh Majelis Tim Pemeriksa Daerah Provinsi DKI Jakarta di Kantor DKPP, Jakarta, Selasa (27/5/2025).
SIGAPNEWS | Jakarta - Dua anggota Bawaslu Kota Jakarta Timur, Ahmad Syarifudin Fajar dan Prayogo Bekti Utomo, membantah tegas seluruh dalil dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang dilaporkan oleh Wilson Darol Haumahu. Keduanya menegaskan bahwa seluruh tindakan yang mereka lakukan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 28 Kelurahan Pinang Ranti dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 telah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami membantah tegas menghentikan penghitungan suara di TPS 28. Saat kami datang, sedang jeda penghitungan karena ditemukan ketidaksesuaian jumlah surat suara, bukan karena intervensi kami,” ujar Teradu II, Prayogo Bekti Utomo, dalam sidang pemeriksaan di Kantor DKPP, Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Sidang pemeriksaan ini merupakan lanjutan dari perkara nomor 122-PKE-DKPP/IV/2025 terkait dugaan pelanggaran etik oleh dua anggota Bawaslu tersebut. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi bersama tiga Anggota Majelis Tim Pemeriksa Daerah Provinsi DKI Jakarta, yakni Didik Suhariyanto (unsur masyarakat), Nelvia Gustina (unsur KPU), dan Quin Pegagan (unsur Bawaslu).
Prayogo menjelaskan, kehadiran mereka di TPS 28 bukan dalam rangka melakukan rekonstruksi, melainkan penelusuran atas laporan pencoblosan surat suara yang belum terpakai oleh petugas ketertiban dan Ketua KPPS, Reyvana Helaha. Ia menegaskan bahwa tindakan mereka merupakan bagian dari metode pengawasan yang sah dan diatur dalam regulasi internal Bawaslu.
“Tindakan kami bukan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, melainkan penelusuran dan klarifikasi awal sebagaimana kewenangan pengawas pemilu,” tegasnya.
Selain itu, Teradu menyatakan bahwa proses tersebut juga melibatkan unsur Sentra Gakkumdu, dalam hal ini pihak kepolisian, yang turut hadir di lokasi dan ikut serta dalam klarifikasi.
“Kehadiran unsur kepolisian mendukung bahwa ini adalah tindakan kelembagaan, bukan tindakan pribadi kami yang melampaui batas,” lanjutnya.
Sementara itu, dalam aduan yang disampaikan oleh kuasa pengadu, Afrianda Anugra Marsi Gumay dan Ryan Julianto, kedua teradu dituding bersikap tidak profesional karena menghentikan proses penghitungan suara secara sepihak. Pengadu juga menilai bahwa keduanya bertindak melebihi kewenangan dengan memanggil Ketua dan Anggota KPPS serta petugas ketertiban tanpa pemberitahuan kepada KPU Kota Jakarta Timur.
Menurut Afrianda, pencoblosan surat suara yang belum terpakai terjadi pada 27 November 2024. Ia menyebut, tindakan pencoblosan dilakukan oleh petugas ketertiban atas saran Ketua KPPS, yang merupakan istri pengadu.
“Saat itu, pengawas TPS melapor ke Bawaslu Kota Jakarta Timur. Teradu I dan II kemudian datang, menghentikan sementara penghitungan, dan melakukan rekonstruksi sebelum ada pemeriksaan oleh Sentra Gakkumdu,” jelasnya.
Namun tudingan tersebut dibantah seluruhnya oleh pihak teradu, yang menyatakan bahwa jeda penghitungan sudah terjadi sebelum mereka tiba dan bahwa langkah yang diambil merupakan penelusuran awal sesuai prosedur kelembagaan Bawaslu.
Sidang etik ini masih akan dilanjutkan untuk mendalami keterangan para pihak sebelum DKPP mengambil keputusan final.(MP)
Editor :Tri Joko
Source : DKPP Jakarta