Dua Juta Orang Bakal Pengangguran, Inkop TKBM Tolak Wacana Pemerintah Cabut SKB Penataan TKBM

Aktifitas bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Rabu (30/12/20) di masa pandemi Covid-19 (Foto : Liputan6.com/Angga Yuniar)
JAKARTANEWS | JAKARTA - Induk Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (Inkop TKBM) pelabuhan menolak tegas rencana kebijakan pemerintah mencabut SKB 2 Dirjen dan 1 Deputi tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan.
"Ini menjadi persoalan besar dan isu Nasional, karena Pemerintah melalui Peraturan Presiden akan menerbitkan regulasi Pengelolaan TKBM di Pelabuhan yang saat ini sedang dipersiapkan melalui Stranas PK, Kemenkomarves, Kemenhub, Kemenaker dan Kemenkop. Jika ini terjadi, maka akan ada penolakan keras dari kami, diikuti lebih dari 110 Primer Koperasi TKBM Pelabuhan seluruh Indonesia," tegas Ketua Umum Inkop TKBM, M Nasir.
Nasir menyebut regulasi pemerintah ini telah membawa persoalan baru dalam aspek ekonomi kerakyatan di Indonesia. Pasalnya, jika terjadi, Negara akan alami peningkatan angka pengangguran, sedikitnya 2 juta orang akan menanggung beban hidup cukup memprihatinkan.
Penolakan terhadap rencana kebijakan pemerintah mencabut SKB 2 Dirjen dan 1 Deputi serta penerbitan Perpres terkait TKBM memiliki alasan serta dasar hukum yang kuat, regulasi pemerintah ini menurutnya terkesan dipaksakan.
"Saya menilai sebagai langkah keliru dan sangat dipaksakan seolah-olah Inkop TKBM Pelabuhan bermuatan negatif terhadap laju ekonomi kerakyatan," tutur Nasir, Selasa (15/12/21).
Nasir menduga adanya indikasi pemberangusan pengelolaan Koperasi TKBM yang akan dipindahtangankan dan dikelola oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) berbasis Perusahaan Persero Terbatas (PT).
"Jika Presiden tidak melihat nasib rakyatnya, maka barang ini akan dikelola dan dipegang para kepentingan elit yang menggunakan kekuasaan Presiden. Kami nilai itu sangat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM khususnya pasal 29 dan 30 yang diterbitkan oleh Pemerintah itu sendiri," papar Nasir.
Lebih lanjut, ia menyebut pemerintah telah memarginalkan koperasi dan membangun korporasi bisnis hanya untuk kepentingan kelompok tertentu, terlalu mendiskreditkan Koperasi TKBM dan menilai subjektif dengan berbagai isu yang menuduh Koperasi TKBM sebagai penyebab biaya tinggi pelabuhan, dwiling time, produktifitas rendah.
"Kami menjawab isu itu, dimana salah satu faktor penyebab rendahnya produktifitas bongkar muat adalah pelabuhan konvensional. Bahkan justru Inkop TKBM berkontribusi lebih dari 60 persen dari cost untuk pelabuhan konvensional," lanjutnya.
Nasir menjelaskan Inkop TKBM bukan penyebab rendahnya produktifitas bongkar muat. Terdapat sejumlah poin faktor penyebab rendahnya produktifitas bongkar muat.
"Pertama, rasio armada angkutan barang lebih rendah dan atau tidak sebanding dengan produktifitas bongkar muat. Kedua, alat angkut atau crane kapal kebanyakan sudah berusia tua sehingga menyebabkan produktifitas hasil kerja TKBM per ton/jam/shift menjadi rendah. Ketiga sering terjadinya kerusakan alat angkut armada atau crane. Jarak yang jauh gudang penumpukan barang diluar lini I," jelasnya.
Selain itu, rencana kerja yang tidak terprogram dengan baik dan sistem kerja borongan dan harian.
"Banyak isu yang di bidik dari para oknum di pemerintahan kepada kami (Inkop TKBM) Pelabuhan, isu-isu itu tidak hanya mengulas rendahnya produktifitas bongkar muat, ada monopolistik, dan premanisme di pelabuhan, sehingga isu-isu yang tak bertanggungjawab itu sebagai penggiringan opini untuk mencabut SKB 2 Dirjen dan 1 Deputi Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan," tukasnya.
Editor :Syahrul Mubarok
Source : Faktualnet