Mahasiswa Sastra Arab UIN Malang Kunjungi Perpustakaan Puspa Lulut, Menyelami Ragam Manuskrip Kuno

(Foto: Mahasiswa Sastra Arab kunjungan ke Perpustakaan Sejarah dan Budaya Puspa Lulut, Malang)
SIGAPNEWS.CO.ID | Malang — Pada hari Jum'at, 25 April 2025 Muhammad Nur, seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang bersama teman-temannya, berkesempatan melakukan kunjungan ke Perpustakaan Sejarah dan Budaya Puspa Lulut. Kunjungan ini merupakan rekomendasi dari dosen pengampu mata kuliah Filologi, Dr. Ahmad Dini, yang menyarankan untuk belajar langsung dari sumber-sumber asli berupa manuskrip kuno yang ada di sana.
Setibanya di lokasi, mereka disambut hangat oleh pemilik perpustakaan, Pak Lulut Edi Santoso. Perpustakaan ini ternyata berada di lantai atas rumah beliau, tempat di mana banyak sekali manuskrip kuno disimpan dengan penuh kecintaan. Para mahasiswa tersebut pun diberi kesempatan untuk melihat langsung bahkan membuka beberapa koleksi manuskrip tersebut.
"Suasana mendadak penuh kekaguman. Di hadapan kami terbentang deretan manuskrip yang ditulis dalam berbagai bahasa, mulai dari Belanda, Arab, Arab Pegon, Indonesia, hingga China. Pak Lulut dengan sabar menjelaskan bahwa media yang digunakan untuk manuskrip ini juga bermacam-macam, ada yang ditulis di atas kertas Eropa, logam, kulit kerbau, daun lontar, dan lain-lain." buka Muhammad Nur bercerita pengalaman kunjungan tersebut.
Sesi tanya jawab pun berlangsung seru. Salah satu mahasiswa, Zaqlul, bertanya bagaimana Pak Lulut bisa mengumpulkan semua manuskrip ini. Pak Luhut bercerita bahwa sebagian besar manuskrip didapatkan lewat perburuan pribadi, dari jual beli online, rumah-rumah tua di pinggiran Sungai Brantas, dan berbagai tempat lain. Di kesempatan itu, Muhammad Nur juga bertanya apa yang membuat beliau tetap istiqamah mengumpulkan manuskrip, meski harus menggunakan dana pribadi.
Dengan senyum, Pak Lulut menjawab, "Karena saya sudah terlanjur jatuh cinta pada buku." Sejak kecil, beliau memang sudah akrab dengan dunia membaca, dan bahkan sering tidur di atas tumpukan buku!" Pak Luhut menjelaskan.
Pak Lulut menekankan bahwa manuskrip-manuskrip yang ada tersebut menyimpan banyak rahasia sejarah yang tidak tertulis di buku-buku biasa. Ia pun mengkritik pandangan bahwa buku yang usianya lebih dari lima tahun dianggap sampah. Menurut beliau, setiap buku, apalagi manuskrip, adalah bagian dari warisan sejarah yang tak ternilai. Beliau juga menolak definisi sempit bahwa manuskrip haruslah tulisan tangan berusia minimal 50 tahun. Baginya, naskah cetak pun bisa menjadi manuskrip penting, apalagi jika memuat sejarah besar. Pandangan ini, katanya, didukung juga oleh Prof. Oman Abdurrahman, seorang pakar filologi Indonesia.
Tak hanya sampai di situ, Pak Lulut bahkan mengizinkan membaca beberapa manuskrip berbahasa Arab dan Arab Pegon. Ia sangat antusias mendengar para mahasiswa dan mahasiswi membacanya dan bahkan sempat merekam kegiatan baca tersebut. Sebagai kenang-kenangan, Pak Luhut juga membagikan buku kepada para mahasiswa.
Di akhir kunjungan itu, Muhammad Nur mewakili rombongan mahasiswa itu untuk memberikan tanggapan. Ia menyampaikan betapa berharga pengalaman ini bagi mereka, karena bukan hanya belajar melihat manuskrip langsung, tapi juga mendapatkan wawasan lebih dalam tentang filologi. Muhammad Nur juga berharap agar pemerintah bisa lebih memperhatikan upaya seperti yang dilakukan Pak Lulut, mulai dari bantuan dana perawatan manuskrip hingga dukungan penelitian.
"Pak Lulut juga membuka peluang bagi mahasiswa yang ingin PKL atau magang di perpustakaan beliau. Harapannya, generasi muda bisa ikut menjaga, mengembangkan, dan meneliti manuskrip-manuskrip ini agar tidak hilang ditelan zaman. Jika buka mahasiswa sastra, maka siapa lagi?" tutup Muhammad Nur.
Menurut mereka dalam kunjungan tersebut, yaitu kunjungan ke Puspa Lulut bukan sekadar perjalanan biasa, tapi sebuah perjalanan menyelami sejarah lewat lembaran-lembaran yang nyaris terlupakan.
Editor :Syarif Hidayatullah
Source : Muhammad Nur